Jumat, 01 Juli 2016

Hukum Shalat Kafarat

Shalat kafarat hari Jum’at pada akhir Ramadhan



28 Jul 15, 10:30 PM
muhammad: Tgk Alizar Yang Mulia, saya ingin bertanya, bagaimana status hadist tentang masalah shalat kafarat pd hari jum'at akhir bulan ramadhan?? bagaimana menurut sepengetahuan tgk yg mulia?

Jawab
Hadits tersebut pernah kami lihat dalam kitab al-Majmu’ah al-Mubarakah disebutkan :  
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من فاته صلاة فى عمره ولم يحصها فليقم فى اخر جمعة من رمضان ويصلى اربع ركعات بتشهد واحد يقرا فى كل ركعة فاتحة الكتاب وسورة القدر خمسة عشر مرة وسورة الكوثر كذالك و يقول في النية نويت أصلي أربع ركعات كفارة لما فاتني من الصلاة
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak empat rakaat dengan satu kali tasyahud, tiap rakaat membaca satu kali al-Fatihah, kemudian surat al-Qadar 15 kali dan surat al-Kautsar seperti itu juga dan berkata pada niatnya : “aku niatkan shalat empat raka’at sebagai kafarat shalatku yang tertinggal.”

قال ابو بكر سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول هذة الصلاة كفارة اربعمائة سنة حتى قال على كرم الله وجهه هى كفارة الف سنة قالوا يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ابن ادم يعيش ستين سنة او مائة سنة فلمن تكون الصلاة الزائدة قال تكون لابويه وزوجته ولاولاده فاقاربه واهل البلد
Artinya : Abu Bakar berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda shalat tersebut sebagai kafarat shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali bin Abi Thalib shalat tersebut sebagai kafarat 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat : “Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?". Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang dinegerinya.”[1]

Catatan
Menurut hemat kami, ada beberapa catatan dengan hadits ini dan kandungannya, antara lain :
1.    Hadits ini disebut tanpa sanadnya dan sejauh penelusuran kami hadits ini tidak dijumpai dalam kitab-kitab hadits mu’tabar
2.    Kandungan hadits ini bertentangan dengan ijmak ulama bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja wajib diqadha sesuai dengan jumlah shalat yang ditinggalkannya. Dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab disebutkan :
“Telah terjadi ijmak ulama yang mu’tabar atas orang yang meninggalkan shalat secara sengaja wajib mengqadhanya.”[2]

3.    Kandungan hadits ini bertentangan dengan kandungan hadits shahih berikut ini :
من نسي الصلاة أونام عنها فكفارتها أن يصليها إذاذكرها
Artinya : Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa atau karena tertidur, maka  kifaratnya adalah  shalat apabila sudah mengingatnya.(H.R. Muslim) [3]

من نسي الصلاة فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها الا ذالك
Artinya : Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila sudah mengingatnya dan tidak ada kafarat baginya selain itu. (H.R. Muslim) [4]
 
Berdasarkan hadits ini, maka kafarat bagi orang yang meninggalkan shalat karena lupa atau tertidur adalah mengqadhanya pada waktu lain, tidak ada kafaratnya selain itu. 

4.    Dalam hadits ini adanya pengucapan lafazh niat dalam shalat. Padahal sebagaimana dimaklumi para ulama berbeda pendapat tentang hukum melafazhkan niat shalat karena tidak ada hadits yang sharih yang menjelaskan tentang melafazhkan niat shalat. Sepanjang pengetahuan kami, para ulama yang mendukung dianjurkan melafazh niat shalat tidak pernah menyertakan hadits ini sebagai dalilnya, bahkan mereka berdalil dengan jalan qiyas. Seandainya hadits ini ada asalnya, pasti mereka akan mendatangkan hadits ini sebagai dalil.

5.    Pengarang kitab Fathul Mu’in telah menyebutkan sebagai perbuatan bid’ah yang sangat keji adalah amalan yang mirip dengan kandungan hadits di atas, yakni dilakukan pada Jum’at terakhir dari bulan Ramadhan, namun bukan shalat empat rakaat sebagaimana halnya hadits di atas, tetapi shalat lima waktu dengan anggapan sebagai kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Beliau mengatakan :
“Yang sangat keji dari bid’ah-bid’ah itu adalah apa yang sudah menjadi adat pada sebagian negeri yakni shalat lima waktu pada Jum’at terakhir dari pada bulan Ramadhan sesudah shalat Jum’at dengan anggapan bahwa shalat-shalat itu dapat menjadi kafarat bagi shalat yang tertinggal setahun atau seumur hidup. Yang demikian itu adalah haram.”[5]

Kesimpulan
Shalat kafarat hari Jum’at pada akhir Ramadhan sebanyak empat rakaat dengan satu kali tasyahud, tiap rakaat membaca satu kali al-Fatihah, kemudian surat al-Qadar 15 kali dan surat al-Kautsar 15 kali juga tidak mempunyai asal dari syara’ dan hadits tentang itu tidak asalnya.
http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2015/08/shalat-kafarat-hari-jumat-pada-akhir.html










[1] Abduh Muhammad Baba, al-Majmu’ah al-Mubarakah, Maktabah al-Masyhad al-Husaini, Hal. 7-8
[2] Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. III, Hal. 76
[3] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, hal. 477
[4] Imam Muslim,  Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I,  hal. 477
[5] Zainuddin al-Malibari, Fathul al-Mu’in, (hamisy I'anah al-Thalibin), Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 27

Hukum Shalat Kafarat

Diriwayatakan: 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من فاتة صلاة فى عمرة ولم يحصها فليقم فى اخر جمعة من رمضان ويصلى اربع ركعات بتشهد واحد يقرا فى كل ركعة فاتحة الكتاب وسورة القدر خمسة عشر مرة وسورة الكوثر خمسة عشر مرة

Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali tasyahud, tiap rakaat membaca 1 kali Fatihah kemudian surat Al-Qadar 15 X dan surat Al-Kautsar 15 X.”

قال ابو بكر سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول هذة الصلاة كفارة اربعمائة سنة حتى قال على كرم الله وجهه هى كفارة الف سنة قالوا يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ابن ادم يعيش ستين سنة او مائة سنة فلمن تكون الصلاة الزائدة قال تكون لابوية وزوجتة ولاولادة فاقاربة واهل البلد

Sayidina Abu Bakar berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda shalat tersebut sebagai kafaroh (pengganti) shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali ibn Abi Tholib shalat tersebut sebagai kafaroh 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat : “Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?". Rasulullah Saw menjawab, "Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang dilingkungannya.”

Perlu ditinjau ulang keshahihan hadis tersebut dan apakah syari’at agama mengajarkan dalam mengqadha shalat semudah itu?

Hadits di atas ternyata adalah hadis maudhu'. Yaitu hadits yang disandarkan pada Nabi dengan kebohongan dan sebenarnya tidak ada keterkaitan sanad dengan Nabi dan pada hakikatnya itu bukanlah hadits. Hanya saja penyebutannya sebagai hadits memandang anggapan dari perawinya.

Ketika amalan ibadah bersumber dari hadis maudhu' (palsu) maka maka menurut para ulama hukumnya tidak boleh mengerjakan amalan tersebut. Berbeda ketika amalan yang bersumber dari hadis dha'if (lemah) maka masih diperbolehkan mengamalkan sebatas fadhailul amalDalam kitab Al Adzkar An Nawawi hal 14 dikatakan,

اعلم أنه ينبغي لمن بلغه شيء في فضائل الأعمال أن يعمل به ولو مرّة واحدة ليكون من أهله، ولا ينبغي أن يتركه مطلقاً بل يأتي بما تيسر منه، لقول النبي صلى اللّه عليه وسلم

"Sebaiknya seseorang yang mengetahui keutamaan amalan (fadhoilul amal) melakukan hal tersebut walaupun hanya sekali saja agar termasuk dikatakan golongan amal tersebut. Dan tidak dianjurkan untuk meninggalkan amal terssebut, akan tetapi berusaha melakukan dengan semampunya, karena berdasar hadis Nabi Saw."

قال العلماءُ من المحدّثين والفقهاء وغيرهم: يجوز ويُستحبّ العمل في الفضائل والترغيب والترهيب بالحديث الضعيف ما لم يكن موضوعاً

Para Ulama dari Ahli Hadis, Ahli Fiqh dan lainnya mengatakan: "Boleh dan disunnahkan melakukan suatu amal/perbuatan yang bersumber dari hadis dha'if (lemah) selama bukan hadis maudlu' (palsu)".

Amalan atau ibadah yang bersumber dari hadits palsu (maudhu') dan orang tersebut mengetahuinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengingatkan dalam haditsnya:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّي حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنِ

“Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku dan dia mengetahui bahwasanya (hadits) tersebut adalah dusta maka ia adalah salah satu dari para pendusta.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, maka dia telah mempersiapkan tempat duduknya di dalam api neraka." (HR. Bukhari Muslim)

Dan seumpama seperti itu adanya, yakni kemudahan mengqadha shalat yang ditinggalkan dalam waktu yang lama cukup ditebus (kafarat) hanya shalat sekali dalam setahun maka dikhawatirkan yang akan terjadi kebanyakan orang islam dengan mudahnya meninggalkan kewajiban sholat 5 waktu setiap hari dengan alasan nanti cukup melakukan sholat kafarat.

Syariat sudah mengajarkan bahwa apabila seseorang meninggalkan shalatnya baik itu disengaja ataupun tidak, maka dia berkewajiban mengganti (qadha) dengan shalat di lain waktu sejumlah shalat yang ditinggalkannya

Hukum Mengqadha Sholat.

Dari Anas bin Malik Rosululloh saw bersabda, “Barang siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya (mengqadha)  jika dia telah ingat.” (HR. Bukhori Muslim)

مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كان بعذر وجب على التراخي

"Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak.

Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin." (Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah juz I hal 755)

Selengkapnya bisa di baca di Hukum Qadha Shalat

Kesimpulan
*) Shalat kafarat jika bersumber dari hadis palsu (maudhu') maka untuk lebih berhati-hati tidak dilakukan meskipun ada beberapa yang mengamalkan. Kecuali jika yakin ada dalil yang jelas memperbolehkan dan tetap mengqadha shalat-shalat yang ditinggalkan (faitah) mungkin itu masih lebih bijak.
*) Apabila orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai lupa hitungan persisnya dan dia dalam keadaan sehat, maka tidaklah cukup atau lunas dengan hanya melakukan shalat kafarat.
*) Hendaknya yang dilakukan adalah :
- bertaubat
- meng-qadha seluruh shalat yang ditinggal setiap hari semampunya sampai selesai.
- memperbanyak shalat sunnah dan amal-amal kebaikan untuk mengganti kekurangan. 

Wallahu a'lam bish shawwab
http://fiqhmenjawab.blogspot.co.id/2014/07/seputar-shalat-kafarat.html