Kamis, 29 Oktober 2009

Koalisi

Koalisi dan aliansi berasal dari bahasa Inggris coalition dan alliance yang secara bahasa arti keduanya hampir tidak dapat dibedakan yaitu penggabungan, persatuan, persekutuan dan perseikatan (John Echols : Kamus Inggris Indonesia). Koalisi dan aliansi berarti kerjasama dalam kegiatan perpolitikan.

Di sisi lain Deliar Nor dalam papernya yang diajukan kepada partai-partai Islam memberi batasan bahwa koalisi lebih dalam menentukan kekuasaaan sedangkan aliansi adalah setrategi sekelompok partai yang memiliki tujuan yang sama untuk menggolkannya dalam pemilu. Tetapi pengertian ini sering dibantah oleh para pakar dalam bebagai diskursus mereka yang mana bahwa koalisi itu tidak pernah ada dan tidak bisa dipraktekkan dalam suatu negara yang sistem kenegaraannya menganut sistem presidential. Lebih jauh Riyas Rasyid dalam beberapa pernyataannya selalu mengatakan bahwa pembagian kekuasaan yang akan dilakukan oleh partai-partai pemenang pemilu di Indonesia atas dasar aliansi bukan koalisi. Dengan demikian pengertian koalisi dalam terminologi politik praktis adalah suatu bentuk kerjasama antar partai-partai tertentu untuk membentuk pemerintahan dalam suatu negara yang bukan sistem presidential . Sedangkan aliansi adalah kerja sama antar partai -partai politik tertentu untuk memebentuk kekuatan sesudah atau sebelum pemilu atau untuk menggolkan suatu program tertentu seperti memilih presiden dan wakilnya, bahkan dalam menjalankan roda pemerintahan dalam suatu negara yang bersistem presidential sekalipun. Sedangkan perbedaan keduanya, dalam koalisi sewaktu-waktu salah satu partai yang berkoalisi dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada yang berkuasa untuk menuntut mundur presiden yang menjabat bila menyeleweng dari kesepakatan sehingga satu periode pemerintahan dapat dipimpin dua kali seorang kepala negara. Sedangkan dalam aliansi hal tersebut tidak terjadi karena aliansi dilakukan untuk membentuk pemerintahan bersama dalam negara yang bersistem presidentil maka masa jabatan presiden telah ditentukan sehingga tidak ada alasan lagi bagi partai yang beraliansi untuk mengajukan mosi tidak percaya dan meuntut mundur presiden yang sedang menjabat.

Pengertian koalisi dan aliansi di atas sepadan dengan istilah dalam Islam at-tahaluf as-siyasi ( yang artinya secara etimologi dari kata al-hilfu yakni ai al-`ahdu yaitu perjajian, dan sumpah, selanjutnya kami sebut "at-tahaluf" dalam hadits Nabi SAW : Anas berkata:"Rasulullah SAW telah melakukan perjanjian(mempersekutukan) antara Quraisy dan al-Anshar di rumahnya di Madinah" (HR Muslim: bab muakhooh: 16/82) Lebih jauh Ibu al-Ashir mengatakan bahwa pada dasarnya at-tahaluf adalah saling mengikat dan saling berjanji dalam tolong menolong bantu membantu dan kesepakatan.(Ibnu Atsir; an-Nihayah fi Gharibil Hadits; 1/424)

BEBERAPA ISTILAH LAIN YANG MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN AT TAHALUF

a.al-Muwalah dan Muakhooh

Al-Muakhoh adalah perjanjian antara dua pihak (orang) untuk saling menolong, membantu, mewarisi hingga seperti dua saudara senasab. Kadang-kadang perjanjian tersebut disebut 'al hilfu, jika saling bersumpah (janji setia), mak masing-masing disebut maula ( sentral loyalitas bagi yang lain)

b. Taawun

yaitu: adalah tolong menolong yang besifat umum pada masalah kebaikan. Allah berfirman dalam surat Al Mai'dah: 2, artinya:"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Tolong menolong seperti ini juga disebut at tahaluf sesuai dengan hadits Nabi SAW:"Dan bentuk tahalauf apa saja yang pernah terjadi masa jahiliyah menjadi lebih kuat dengan hadirnya Islam. (HR Muslim; ibid). Menurut Ibnu Atsir bentuk-bentuk tahaluf yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan( Ibnu Atsir; Ibid).

c.Ukhuwah

adalah ikatan persaudaraan yang dilandasi keimanan sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hujurat: 10, artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara".

d.Muhadanah adalah perjanjian setelah terjadi peperangan

2- PERISTIWA-PERISTIWA AT TAHALUF PADA MASA LAMPAU

Dicatat oleh Ibnu Ishaq dan pakar-pakar lain bahwa peristiwa sejenis aliansi banyak terjadi pada masa jahiliyah baik itu antara personal, atau antara personal dengan komunitas suatu kabilah bahkan antar kabilah dengan kabilah . At tahalufi yang terjadi dalam kelompok Abu Bakar dimana Nabi berada di dalamnya melibatkan 4 kabilah yang kemudian dikenal sebagai tahaluf al-Muthayyabin misalnya, juga yang terjadi dalam kelompok Umar yang dikenal sebagai Hilful Ahlafi yang terdiri dari 6 kabilah, keduanya dalam merebutkan kepemimipinan di Makkah yang tercermin dalam mengurus kiswah, membawa bendera peperangan dan penjamuan makan dan minum kepada tamu-tamu ka`bah. Salah satu at tahaluf yang disaksikan Nabi SAW dan didukung olehnya setelah kenabian adalah Hilfu al-fudhul. Dalam dukungannya beliau menyatakan :"Kalau aku di undang (dalam Hilful Fudhul) di masa Islam maka aku akan melayaninya" . Karena Nabi mengetahui persis bahwa Hilful Fudhul ditegakkan hanya untuk menolong orang-orang yang mazhlum dan mengambilkan haknya.

Salah satu tahaluf yang monumental dicatat dalam sejarah adalah perjanjian damai dengan Yahudi di wilayah Madinah demi menciptakan keamanan bersama dan penegakkan keadilan. Hal itu terjadi dengan beberapa kabilah lain sesuai dengan kebutuhan. (al-Mubarakfuri; 226). HUKUM AT TAHALUF AS SIYASI

 "dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjkan yang ma'ruf mencegah yang munkar, mendirikan shallat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya" (QS at-Taubah 71)

Darah kaum muslimin satu dengan yang lain adalah sederajat. Yang lemah diantara mereka dapat memberi jaminan (kepada yang lain). Yang jauh diantara mereka dapat melindungi yang lainnya dan mereka adalah tangan atas kaum muslimin yang lain (HR Abu Dawud; 3/183-185)

Dari pemapaparan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk at tahaluf adakalanya sesama muslim (idiologis), ada yang lintas agama sebagaimana dilakukan Nabi SAW dengan kaum Yahudi di Madinah dan dukungannya terhadap Hilful Fudhul. At tahaluf yang pertama ini yang selanjutnya disebut tahaluf idiologis hanya dapat dilakukan dengan kelompok atau orang yang memiliki idiologi dan agama yang sama dalam berbagai persoalan dari yang paling prinsip hingga yang paling sederhana sepanjang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Sedangkan bentuk tahaluf yang kedua adalah bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, memerangi kezhaliman serta kemaslahatan kaum muslimin.

Oleh karena itu Imam Syafi'I menegaskan bahwa yang menjadi ukuran dalam boleh dan tidaknya tahaluf dengan non muslim adalah kemaslahatan umat (lihat Mughni al-Muhtaj; 4/221). Dalam hal ini Imam Ibnu Taimiyah juga sepakat bahwa pemberlakuan tahaluf tidak harus bertendensi kepada idiologi melainkan kepada maslahat umat agar tidak diluar koridor maka ia memberikan batasan sepanjang tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Rasulullah SAW bersabda:"Barang siapa membuat persyaratan(perjanjian) yang tidak sesuai dengan kitab Allah, maka syarat tersebut batal walaupun mengajukan 100 persyaratan, karena syarat Allah lebih benar dan lebih kuat" (HR Bukhari ; kitabul Buyu') (lihat Ibnu Taimiyah ; al-Majmu' al-Fatawa 35/92-97).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar